Tuesday, May 11, 2010

Foto-foto Classic sebagai catatan sejarah di NATIONAL GEOGRAPHIC

>> Di hutan belantara Indonesia, bunga Amorphophallus titanum, atau tanaman krubi setinggi lebih dari dua meter menyebarkan aroma seperti daging busuk untuk memikat para kumbang carrion yang menyerbukinya. Di New York Botanical Garden pada tahun 1937, tanaman ini memikat perhatian para pengunjung.
Walaupun dirawat dengan sabar dan saksama serta berulangkali di-stek, tanaman ini tak jua mekar berkembang sejak pihak Botanical Garden mengakuisisi akar umbinya yang seberat 27 kilogram pada 1932. Pada 1937, berat akar umbinya bertambah 24 kilogram dan tanaman ini mekar berkembang & menjadi sebuah kejutan.
Walaupun para ahli botani taman ini berhasil melakukan perawatan hingga tanaman krubi kedua berhasil mekar berkembang di tahun 1939, dan beberapa tanamannya tetap menjadi koleksi, tidak satu pun Amorphophallus titanum yang berhasil mekar berkembang sejak saat itu.
Spoiler for Amorphophallus Titanum:


>> Foto sebuah jembatan Romawi kuno yang merentang di Wadi al Murr dekat Mosul (Irak) ini diambil pada tahun 1920-an. Foto ini tidak pernah dimuat di NATIONAL GEOGRAPHIC. Begitu pula manuskrip yang dibuat oleh arkeolog Jerman penemu jembatan ini, Max von Oppenheim, tentang pekerjaannya di Tell Halaf, Suriah, yang ditemukan bersama foto ini. Jembatan yang sudah ada sejak abad keenam Sebelum Masehi ini ditemukan oleh Von Oppenheim pada 1899. Kemudian ia melakukan ekskavasi di sana selama tiga dekade berikutnya. Sang arkeolog mengapalkan sejumlah penemuan berharga dari penggalian ini ke tempat tinggalnya di Berlin untuk dipamerkan di museum pribadinya. Namun, banyak koleksi bernilai tinggi ini rusak dalam sebuah serangan bom tentara sekutu pada 1943. Benda-benda yang berhasil diselamatkan diperbaiki belum lama ini dan rencananya akan dipamerkan tahun depan.
Spoiler for Jembatan Romawi Kuno:


>> Sebuah hiasan kepala yang menjulang ditambah sebuah giwang tusuk mempercantik seorang penari djanger Bali pada tahun 1930-an. Ini bagian dari pertunjukkan tari campur gender yang lebih bebas dan modern, tulis Maynard Owen Williams dalam artikelnya Bali and Points East di NATIONAL GEOGRAPHIC edisi Maret 1939. Para penari pria dalam tarian ini terkadang terlihat seperti serombongan pemandu sorak dengan gerakan-gerakan berlebihan dan dibuat-buat seperti Groucho Marx (aktor komedi Hollywood terkenal), Gerakan cepat terpotong pendek, goyangan dan ayunannya, jentikan jemarinya, dan kerlip gemerlap mahkota-mahkotanya seperti gambar timbul yang kontras dengan bayangan gelap di bawah pohon.
Spoiler for Penari Bali:


>> Pai Incaran Para pelanggan berbaris mengantri seperti para deposan pada hari penerimaan gaji di sebuah bank. Mereka menunggu untuk memasukkan beberapa keping koin lima sen ke sebuah lubang untuk mendapatkan makanan favorit seperti kacang merah panggang dan steik Salisbury. Hidangan-hidangan tersebut dibuat dengan segar setiap hari dan disimpan di kotak-kotak mirip kotak pos di kantor pos. Otomat di New York City ini, ditampilkan pada NATIONAL GEOGRAPHIC edisi Maret 1942, merupakan bagian dari sebuah jaringan toko di Pantai Utara AS yang menjual sekitar 72.000 kue pai setiap hari. Terinsipirasi oleh ”restoran tanpa pelayan” di Jerman, Joseph V. Horn dan Frank Hardart membuka jaringan Otomat Amerika Serikat yang pertama di Philadelphia pada 1902 dan tak lama setelahnya membangun sebuah kerajaan usaha. Namun, pada tahun ’60-an, kedai-kedai cepat saji lainnya memikat para pelanggan; kedai terakhir di Mahattan tutup pada 1991. Otomat tetap buka dan melayani di Amsterdam dan kembali ke New York pada 2006 di daerah East Village.
Spoiler for Mengantri Kue Pai:


>> Sejak tahun 1700an, para wisatawan terpesona akan ribuan mayat yang dimumikan di Convento dei Cappuccini, sebuah biara di Palermo, Sisilia. Biarawan yang senang bermeditasi ini memandu para pengunjung melintas kuburan masal. Fotonya tidak muncul di National Geographic, tetapi sebuah foto serupa yang dihasilkan oleh fotografer yang sama dimuat dalam edisi September 1924. Di bagian keterangan foto disebutkan bahwa setiap kerangka memperlihatkan;label identifikasi & Tradisi pariwisata ini berlanjut hingga kini. Ribuan pengunjung datang setiap tahun. Dengan biaya setara sekitar 20 ribu rupiah untuk satu kali tur, dan menjual buku-buku serta kartu pos, para biarawan Capuchin masa kini mendapatkan penghasilan untuk kebutuhan pribadi mereka serta untuk disumbangkan kepada para fakir miskin.
Spoiler for Beristirahat dengan Tenang:


>> Saat Perang Dunia I, sekitar 8.5 juta warga Prancis dimobilisasi dan begitu perang usai, mereka yang terluka dan cacat dilatih bekerja. Sebuah laporan Palang Merah pada 1918 secara terang-terangan menyatakan: "Mereka yang cacat tidak akan sulit mendapatkan pekerjaan begitu perang berakhir karena rasa hormat dan terima kasih atas perjuangan mereka sangatlah besar. Bencana bakal datang jika masyarakat melupakan bagaimana mereka mendapatkan luka dan cacat itu." Korban yang lengannya buntung (atas) mengenakan tali pinggang khusus untuk menopang sekop dalam sebuah latihan kerja yang diberikan sebagai kompensasi untuk lengannya yang hilang. Laporan Palang Merah tersebut menuliskan, "Dengan akal budi dan kecerdasan, berbagai peralatan yang bisa memudahkan pekerjaan yang sulit dilakukan orang cacat dapat diciptakan dengan cepat.
Spoiler for Terus Menggali:


>> "Para perempuan Apache dan suami kulit putih mereka, Arizona 1879". Begitu bunyi teks foto di atas yang dibuat dengan tulisan tangan. Foto itu sendiri juga diwarnai dengan tangan. Foto tersebut diambil pada tahun yang sama ketika Mahkamah Agung AS menegakkan aturan melarang poligami. "Segala sesuatu di Arizona telah berubah," begitu tulis pensiunan dokter gigi TS Hitchcock yang mengirimkan foto tersebut (dan foto-foto lainnya yang sepertinya diambil selama perjalanan si dokter gigi) ke National Geographic pada 1917. Menilai foto tersebut, seorang editor National Geographic menyatakan bahwa foto-foto yang tak menarik itu tentu saja tidak cocok untuk dipublikasikan.
Spoiler for Foto Keluarga:


>> Ini adalah pertunjukan yang begitu nyata, "sampai-sampai sulit dipercaya bahwa mereka hanya para lelaki yang mengenakan kostum serigala," tulis seorang pengamat pada 1914. Para peserta ritual tari serigala-elang Inupiat meluhurkan hewan yang dikorbankan, dan mengirimkan rohnya sebagai harapan agar perburuan di masa depan sukses. Menurut Deanna Kingston, profesor antropologi di Oregon State University, para penari serigala muncul -mencuat melalui sebuah lubang di atas panggung- sebagai bagian dari kepercayaan mistis para pemburu. Pertunjukan ini secara tradisional diadakan saat acara perjamuan yang mengumpulkan para penduduk dari desa-desa sekitar Alaska. Tetapi para lelaki ini berpose di sebuah studio foto di Nome, Alaska, suatu hari di abad ke-20.
Spoiler for Penari Serigala:


SUMBER : http://nationalgeographic.co.id
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3890280

0 comments:

Post a Comment

 

World Wallpaper Dekstop Sponsored by liza Caem